Sebelumnya pak dosen uda ngumumin siapa aja yang gak wajib uas karna nilai mereka uda mencukupi yaitu A, and yah im not one of them :3 Belakangan aku tau kalo orang yang lolos uas itu orang yang pernah maju kerjain soal di depan dan jawabannya bener. Ada salah satu temenku yang lolos, dia duduk di sebelahku, dan dia pernah maju pake jawabanku. You know how I feel?
Awalnya aku gak mikir yang muluk-muluk, itu brarti rejeki dia dan bukan rejekiku, udah. Dan kami yang masih harus ikut uas belajar bareng tiap malem. Kayak yang uda aku bilang tadi, cuma dikit anak aja yang dong ama matakuliah satu ini, sebenernya gampang... pas di kelas, kalo uda keluar kayaknya semua pemahaman tu menguap. Ahahaha masalah utama mahasiswa memang begitu sih ==" dan karena saya termasuk yang lomayang dong, saya jadi salah satu 'tentor' di belajar bareng itu, dari kami oleh kami untuk kami. Belajar yang biasanya cuma sampe jam 9 jadi bisa sampe jam 10, fyuuh!
Balik ke uas, aku dateng ke kelas telat, dapet tempat duduk depan sendiri, seneng sih aslinya, bukan alesan pelit ato apa jadi aku lebih bisa konsen buat jawabanku sendiri daripada noleh-noleh. Terus aku liat ada tulisan OPEN BOOK disana, hati saya sakit. Tau, jujur saya sudah buat 'krepekan', tapi teledornya lupa tak taro dimana alias gak kebawa, dan buku catetanku dipinjem sama anak yang semalem ikut belajar bareng. So? I didnt bring any material that time.
Diawali dengan ngos-ngosan dateng ke kelas gara-gara lari-lari, terus serasa ditonjok ama tulisan OPEN BOOK itu. Kenapa pas hari ini bukuku dipinjem? Dan kenapa juga kmaren aku pinjemin ke temenku itu? Aku gak paham. menghibur diri, aku bilang dalam hati, tenang kamu suda belajar dengan ngajarin anak-anak semalem, kamu pasti bisa. dan setelah lihat soal, omaigot, aku nggak tau harus menyelesaikannya dari mana.
Dan pikiranku semakin penuh dengan seandainya. Seandainya dulu aku gak kasih jawaban ke temen sebelahku, seandainya waktu itu aku maju, seandainya tadi malem aku gak pinjemin buku, seandainya aku tadi malem gak ngajarin anak-anak jadi aku bisa fokus sama apa yang nggak aku pahamin, dan seandainya seandainya yang lain yang justru buat aku putus asa. Aku merasa bodoh, dungu, dan dipermainkan oleh pemikiranku sendiri. Aku gak tau harus ngapain, bahkan aku sempet pasrah kalo misal ntar waktunya udah abis dan aku belom menorehkan jawaban sama sekali di lembar ujianku, aku fine. dapet E juga gak bakal mati kok.
Aku sebel, kenapa sepertinya selama ini aku hidup untuk orang lain? Kenapa ya, semua yang sudah kulakukan atas dasar orang lain malah jadi bumerang buat aku? Kenapa buat ngerjain soal uas, yang udah jadi kewajibanku sebage pelajar gak bisa aku handle? Kenapa aku lebih suka buat danbo buat propertinya Mufid yang mau nembak Eny daripada belajar Geometri Analitik? dan yang paling menyakitkan, kenapa aku mempermasalahkan itu semua? Kenapa aku selalu menyalahkan orang lain atas apa yang sudah aku lakukan? Jujur, aku nggak mau merasa hebat sudah membantu orang-orang walopun saya sendiri repot dan bingung, tapi pikiranku nggak bisa aku kontrol, semakin dan semakin aku terus menyalahkan orang lain dalam setengah jam itu. Dan pada akhirnya aku membenci diriku sendiri..
Saat kita merasa, hidup atas nama orang lain itu berjalan baik sedangkan ketika hidup atas nama 'aku' itu tidak berjalan baik, kebanyakan yang kita lakukan adalah menyalahkan orang lain, dan pada akhirnya kita membenci diri kita sendiri..
Diam
Tiba-tiba aku teringat kata-kata teman sebelahku yang sudah lulus,
'Terimakasih pong, aku lulus berkat kamu.'
dan kata-katanya tadi malam,
'Saya pasti doakan yang terbaik buat kamu pong. Gak cuma geometri. Dan di semester ini kamu sudah banyak membantu teman-teman kok, jadi pasti ada balasan yang pantas buat kamu. Walaupun terkadang kamu belum bisa ikhlas dengan apa yang kamu berikan, itu wajar karena kamu manusia, tapi orang-orang yang kamu tolong semua ikhlas berdoa untuk kamu, jadi kamu tenang saja.'
Then I cried
Selama setengah jam yang lalu, apa yang aku pikirkan? Itu jahat sekali bukan? Aku nggak seharusnya mempermasalahkan apa yang sudah terjadi. Temanku lulus ujian, temanku pinjem catetanku, yasudah. Apa yang bisa kilakukan sekarang? Kerjakan soal uas dengan tenang, dan nggak perlu nyontek. Itu. Kalo aku terlalu berkiblat pada masalalu, dan aku berkata seandainya berulang kali, aku nggak bakal maju. Seperti dapet pencerahan, aku rapikan posisi dudukku, dan aku berdoa
Ya Allah, dekatkanlah aku dengan keikhlasan yang sesungguhnya. Amin
1 jam tersisa, aku berhasil kerjakan semua soalnya. Slowly but sure, I found the way and solve the problems. Walaupun nggak tau bener atau nggak, yang penting ketemu jawabannya, dan nggak nyontek. Disaat yang lain membuka buku-buku mereka, aku membuka buku dalam pikiranku. satu jam pun jadinya kerasa lama banget, biasanya di menit terakhir aku selalu buru-buru nulis jawaban, ini aku bahkan sempet leyeh-leyeh. Di awal aku baca soalnya aku nggak paham, tapi ternyata aku bisa!
And i feel, this is the best test that i have done. Not the result, but the progress.
Aku plong, dan aku ngerasa aku bisa terima apapun hasil dari ujianku itu. Entahlah, bahkan huruf D di Nilai Sementara Mahasiswa yang dipampang di mading fakultas pun nggak bikin aku galau sama sekali. Yasudah, kataku. Kenapa ya?
Dan lagi, abis keluar kelas anak yang pinjem catetanku bilang ke aku, 'dipong makasih banget bukunya! Terus yang kamu terangin ke aku keluar di ujian dan aku bisa kerjain! Aku inget kata-katamu kemaren pong hehe' kalo lagi gak banyak orang pasti aku udah nangis lagi. Tuh kan? Semua ternyata menghargaimu, lebih dan lebih daripada yang kamu bayangkan. Dan betapa kata terimakasih yang ditujukan kepadamu itu besar sekali maknanya
Pelajaran paling susah adalah pelajaran ikhlas. Kau tak bisa menemukannya lewat orang lain atau buku. Tak ada rumus cepat atau tips. Bahkan waktu belum tentu bisa menumbuhkannya. Tapi sekali kau berhasil, rasanya seperti musim semi hangat bertabur bungan sepanjang tahun bukan?
23:20 sayadipong
No comments:
Post a Comment